Minggu, 02 September 2018

Biografi dan Profil Cut Nyak Meutia

CUT NYAK MEUTIA

Mengenai masa kecilnya, Cut Nyak Meutia lahir pada tahun 1870 di daerah Pirak, Aceh Utara. Ayahnya bernama Teuku Ben Daud Pirak seorang ulubalang (pemimpin pemerintahan) daerah Pirak dan ibunya bernama Cut Jah.

Cut Meutia merupakan anak perempuan satu-satunya dikeluarga tersebut. Ia mempunyai empat saudara laki-laki yaitu Teuku Cut Beurahim, Teuku Muhammadsyah, Teuku Cut Hasan dan Teuku Muhammad Ali.

Ayahnya Cut Meutia yakni Teuku Ben Daud Pirak dikenal sebagai pemimpin pemerintahan yang bijaksana dan tegas di daerah Pirak.(daerah matang kuli dan Lhoksukon)

Ia juga dikenal sebagai seorang ulama di daerah tersebut. Daerah Pirak sendiri merupakan daerah yang memiliki sistem pemerintahan tersendiri.

Menjelang dewasa, Cut Meutia menikah dengan pemuda bernama Teuku Syamsarif yang dikenal dengan sebutan Teuku Chik Bintara. Namun pernikahan mereka tidak berlangsung lama sebab watak suaminya yang dianggap lemah dan selalu ingin bekerja sama dengan Belanda ketika itu.

Cut Meutia kemudian menikah dengan Teuku Chik Muhammad dikenal sebagai Teuku Chik Tunong. Suminya ini adalah saudara dari Teuku Syamsarif, yang merupakan suaminya terdahulu.

BACA JUGA :  Biografi Kak Seto Mulyadi
Persamaan visi dengan Teuku chik Tunong yang sama-sama menentang penjajahan Belanda di bumi Aceh membuat Cut Meutia dan suaminya hijrah ke gunung dan melakukan perlawanan dengan Belanda dengan taktik gerilya.

Perjuangan Cut Meutia dan Teuku Cik Tunong Melawan Belanda

Awalnya perlawanan Cut Meutia melawan Belanda dimulai pada tahun 1901. Ketika itu Sultan Aceh yakni Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah melakukan perlawanan hingga ke pedalaman Aceh.

Membantu perjuangan Sultan Aceh, Perang sengit terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh suami Cut Meutia yakni Teuku Chik Muhammad melawan Belanda yang terjadi dari Juni hingga agustus 1902.

Namun di bulan Januari 1903, tersiar kabar bahwa Sultan Aceh berserta para panglimanya termasuk panglima Polim Muhammad Daud dan para petinggi kerajaan lain mneyerah atau turun gunung. Walaupun kabar ini awalnya diragukan oleh suami Cut Meutia namun ternyata kabar tersebut benar adanya.

Menurut buku catatan Gedenkboek van het Korps Marechaussee van Atjeh en Onderhoorigheden tahun 1890 – 1940 disebutkan bahwa Teuku Chik Muhammad turun gunung dan melapor di Lhokseumawe pada bulan oktober 1903.

Teuku Tunong dan Cut Meutia kemudian tinggal di wilayah Keureutoe namun pindah ke wilayah Panton Labu. Namun karena insiden di daerah Meunasah Meurandeh Paya membuat suami Cut Meutia, yakni Teuku Tunong ditangkap Belanda karena diduga terlibat dalam pembunuhan pasukan Belanda. Suaminya dieksekusi dengan cara ditembak mati di tepi pantai Lhokseumawe.

Dari pernikahannya dengan Teuku Cik Tunong, Cut Meutia memiliki seorang anak bernama teuku Raja Sabi. Namun sebelum meninggal, Teuku Cik Tunong berwasiat kepada Pang Nangroe agar menikahi istrinya dan menjaga anaknya.

Perjuangan Cut Meutia dan Pang Nangroe Melawan Belanda

Cut Meutia kemudian menikah dengan Pang Nangroe sesuai wasiat dari suaminya terdahulu sebelum meninggal. Setelah menikah, perjuangan melawan Belanda kembali dimulai dengan basis perlawanan di daerah Buket Bruek Ja.

BACA JUGA :  Biografi Antony van Leeuwenhoek - Penemu Bakteri
Perlawanan dilakukan dengan strategi yang sudah diatur oleh Pang Nangroe dengan taktik gerilya di hutan-hutan dan kemudian menyerang pos-pos penjagaan pasukan Belanda.

Di tahun 1907, Pasukan Pang Nangroe bersama Cut Meutia menyerang pos dari pasukan Belanda yang mengaawal para pekerja kereta api. Penyerangan itu membuat beberapa serdadu Belanda tewas dan yang lainnya luka-luka.

Di bulan Juni 1907, Pasukan pang Nangroe kemudian menyerang pos Belanda di daerah Keude Bawang yang mengakibatkan seorang serdadu Belanda tewas dan yang lainnya terluka.

Serta sabotase jalur logistik dan kereta api membuat, taktik perang gerilya yang dilakukan oleh Pang Nangroe bersama Cut Meutia membuat Belanda kesulitan dalam mengatasinya.

Belanda sempat mengetahui basis pertahanan Pang Nangroe dan Cut Meutia pada bulan agustus 1910 namun sebelum dilakukan pengepungan oleh Belanda, Pasukan Pang nagroe bersama Cut Meutia sudah berpindah tempat terlebih dahulu.

Penyerangan pos-pos Belanda terus dilakukan untuk melemahkan kekuatan Belanda. namun pada bulan september 1910, Pang Nangroe gugur setelah terkena tembakan dari Belanda di wilayah Paya Cicem dan dimakamkan di samping masjid Lhoksukon.

Sepeninggal suaminya, Cut Meutia kemudian mengambil alih kepemimpinan pasukan dan melanjutkan perlawanannya dengan Belanda. Untuk itu basis pertahanan kemudian pindah ke Gayo dan Alas dan bergabung dengan pasukan lain yang dipimpin oleh Teuku Seupot Mata.

Cut Meutia Wafat

Di bulan Oktober 1910, Pasukan Belanda semakin mengintensifkan pengejaran terhadap pasukan Cut Meutia. Merasa posisinya semakin terjepit membuat Cut Meutia memindahkan pasukannya dari gunung ke gunung untuk menghindari pengepungan yang dilakukan Belanda.

Namun pada tanggal 24 oktober 1910 di daerah Alue Kurieng, Pasukan Belanda pertempuran sengit terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh Cut Meutia dan pasukan Belanda. Dalam pertempuran itu Cut Meutia akhirnya gugur. Sebelum wafat, Cut Meutia menitipkan anaknya kepada teuku Syech Buwah untuk dijaga.

BACA JUGA :  Biografi Tjokorda Raka Sukawati - Penemu Jalan Layang
Atas jasa-jasanya, Cut Meutia kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Indonesia oleh pemerintah Indonesia melalui SK Presiden Nomor 107/1964 di tahun 1964. Pemerintah Indonesia juga mengabadikannya dalam pecahan uang mata uang rupiah pada tahun 2016.

Polemik Foto/Gambar Asli Cut Meutia

Biografi dan Profil Lengkap Cut Nyak Meutia - Pahlawan Wanita Indonesia Dari Aceh  Diabadikannya foto Cut Meutia dalam pecahan uang kertas rupiah oleh pemerintah pada tahun 2016 menimbulkan polemik mengenai wajah asli Cut Meutia. Banyak pihak yang menganggap bahwa foto dalam uang kertas tersebut bukanlah wajah asli dari Cut Meutia.

Foto wajah Cut Meutia bersumber dari hasil jepretan fotografer Belanda bernama Christiaan Benjamin Nieuwenhuis pada tahun 1901.

Foto tersebut kemudian dijadikan postcard (kartu pos) dan digunakan hingga tahun 1905. Sampai sekarang foto tersebut masih bisa dilihat di situs KITLV Universitas Leiden Belanda.

Foto yang diambil pada tahun 1901 itu diberi nama ‘Voorname Atjehsche vrouw (Perempuan Aceh)’ dengan kode 82872. Jika itu merupakan sosok asli dari Cut Meutia maka keterangannya pastilah diberi nama Cut Meutia bukan Voorname Atjehsche vrouw (Perempuan Aceh).

Dan juga pada tahun 1901 ketika foto tersebut diambil, tahun itu merupakan masa dari dimulainya perang oleh Cut Meutia melawan Belanda di Aceh.  Pasti ada pihak tertentu untuk penyesatan sejarah. *beu tatem meubaca nak caroeng*

Load disqus comments

0 komentar